Filsafat Marsigit 2019: Tugas 2 Makalah Filsafat Matematika
FILSAFAT PENDIDIKAN MATEMATIKA
MAKALAH FILSAFAT PENDIDIKAN
MATEMATIKA
Diajukan
kepada Prof. Dr. Marsigit , M. A.
untuk
Memenuhi Tugas Filsafat Ilmu
Oleh:
Aulia Nur Arivina
18709251051
PROGRAM PASCASARJANA PENDIDIKAN
MATEMATIKA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Kattsoff (1989: 95) dalam Sumaryanto (2012) menyatakan
bahwa persoalan-persoalan Filsafat di samping mempunyai ciri-ciri, juga dapat
digolongkan menurut jenis-jenisnya. Keluasan ruang lingkup kajian Filsafat
dapat dibagi atau disistematisasi menjadi tiga cabang utama, yaitu metafisika,
epistemologi, dan aksiologi. Metafisika adalah cabang Filsafat yang berusaha
menangkap kenyataan terdalam dari segala sesuatu yang ada; epistemologi adalah
cabang Filsafat yang berusaha menelaah sumber, watak, dan kebenaran pengetahuan
dan aksiologi adalah cabang Filsafat yang berusaha menelaah tentang hakikat
nilai.
Ontologi menurut Komar (tanpa tahun) membahas
secara umum obyek telaahan ilmu, ciri-ciri esensial obyek ilmu, asumsi dasar
ilmu dan konsekuensinya pada penerapan ilmu, khususnya proses konsistensi
ekstensif dan intensif dalam pengembangan ilmu. Ontologi ilmu membahas tentang
apa yang ingin diketahui atau dengan kata lain merupakan pengkajian mengenai
teori tentang ada. Dasar ontology dari ilmu berhubungan dengan materi yang
menjadi obyek penelaahan ilmu, ciri-ciri esensial obyek itu yang berlaku umum.
Ontologi berperan dalam perbincangan mengenai pengembangan ilmu, asumsi dasar
ilmu dan konsekuensinya pada penerapan ilmu. Ontologi merupakan sarana ilmiah
untuk menemukan jalan penanganan masalah secara ilmiah. Dalam hal ini ontology
berperan dalam proses konsistensi ekstensif dan intensif dalam pengembangan
ilmu. (Pramono, 2005: 138) dalam Sumaryanto (2012).
Epistemologi membahas proses usaha memperoleh
ilmu, terutama berkaitan dengan metode keilmuan dan sistematika isi ilmu.
Sistimatisasi isi ilmu mencakup batang tubuh ilmu, peta dasar perkembangannya,
mulai ilmu pokok sampai kecabangnya. Epistemologi ilmu membahas secara mendalam
segenap proses yang terlibat dalam usaha untuk memperoleh pengetahuan. Metode
keilmuan merupakan suatu prosedur yang mencakup berbagai tindakan pikiran, pola
kerja, cara teknis, dan tata langkah untuk memperoleh pengetahuan baru atau mengembangkan
yang telah ada.
Epistemologi juga bisa menentukan cara dan
arah berpikir manusia. Seseorang yang senantiasa condong menjelaskan sesuatu
dengan bertolak dari teori yang bersifat umum menuju detail-detailnya, berarti
dia menggunakan pendekatan deduktif. Sebaliknya, ada yang cenderung bertolak
dari gejala-gejala yang sama, baruk ditarik kesimpulan secara umum, berarti dia
menggunakan pendekatan induktif. Adakalanya seseorang selalu mengarahkan
pemikirannya ke masa depan yang masih jauh, ada yang hanya berpikir berdasarkan
pertimbangan jangka pendek sekarang dan ada pula seseorang yang berpikir dengan
kencenderungan melihat ke belakang, yaitu masa lampau yang telah dilalui.
Pola-pola berpikir ini akan berimplikasi terhadap corak sikap seseorang.
Dalam pemodelan matematik bahwa masalah nyata
yang sering dihadapi dalam kehidupan sehari-hari perlu disusun dalam suatu
model matematik sehingga, mudah dicari solusinya. Proses pembentukan model
matematika melalui tahap abstraksi dan idealisasi. Dalam proses ini diterapkan
prinsip-prinsip matematika yang relevan sehingga menghasilkan sebuah model
matematika yang diharapkan. Beberapa hal penting dan perlu agar model yang
dibuat sesuai dengan konsep masalah antara lain, masalah itu harus dipahami
karakteristiknya dengan baik, disusun formulasi modelnya, model itu divalidasi
secara cermat, solusi model yang diperoleh diinterpretasikan dan kemudian diuji
kebenarannya. Metodologi dasar dalam proses penentuan model matematika atau
sering disebut pemodelan matematika, ada beberapa tahap yaitu:
a)
tahap
masalah,
b)
karakterisasi
masalah,
c)
formulasi
model matematika,
d)
analisis,
e)
validasi,
f)
perubahan
dan
g)
model
yang memadai
Pemodelan matematika merupakan proses dalam
memperoleh pemahaman matematika melalui konteks dunia nyata. Menurut Lovitt
(1991) dalam Senk dan Thompson (2003). pemodelan matematika ditandai oleh dua
ciri utama, yaitu (1) pemodelan bermula dan berakhir dengan dunia nyata, (2)
pemodelan membentuk suatu siklus. Pemodelan matematika adalah penyusunan suatu
deskripsi dari beberapa perilaku dunia nyata (fenomena-fenomena alam) ke dalam
bagian-bagian matematika yang disebut dunia matematika (mathematical world).
Dalam bermatematika ada kondisi dimana kita
sadar maupun tidak sadar sehingga terjadi lompatan yang abstrak dikenal sebagai
transenden. Alam transenden itu bermacam-macam ada yang mudah mendapatkan
ilham, wahyu, kenikmatan. Kita tidak menyadari bahwa kita termasuk dalam
matematika model itu sendiri. Model berangkat dari sesuatu yang hakekat, alami,
dan sangat mendasar. Segala sesuatu yang mendasar itu ada dua yaitu
diintensifkan (diperdalam sedalam-dalamnya) maupun diekstensifkan (diperluas
seluas-luasnya).
Banyak cara dilakukan untuk menunjukkan model
konkret dan model formal, menggunakan gambar gunung/iceberg. Gunung disini bisa
berarti pengetahuan, pikiran, ilmu, perasaan, keyakinan. Matematika
formal/murni merupakan gunung dari matematika yang dipelajari disekolah dasar
dan menengah. Realistik matematika seperti enaktif, ikonik, dan simbolik.
Semakin tinggi aksiomatik matematika maka semakin membutuhkan kekuatan logika.
Contohnya untuk anak SMA sudah tidak memerlukan gambar, SD sampai SMP
menggunakan benda kongkrit. Asumsi dasar menjadi elemen primitif, selanjutnya
dapat dibuat definisi berdasarkan asumsi. Definisi membentuk beberapa aksioma,
dan teorema terbentuk berdasarkan definisi maupun aksioma. Proses dari asumsi
menjadi teorema merupakan proses Matematika standar. Selanjutnya, dalam makalah
ini, akan dikaji mengenai filosofi pendidikan matematika di sekolah.
1.2. Rumusan Masalah
1.2.1.
Bagaimana
penjelasan filosofis terhadap beberapa objek matematika di sekolah?
1.2.2.
Bagaimana
penjelasan filosofis terhadap beberapa fenomena matematika di sekolah?
1.2.3.
Bagaimana
identifikasi persoalan filosofis pembelajaran matematika di sekolah?
1.3. Tujuan
1.3.1.
Mengetahui
penjelasan filosofis terhadap beberapa objek matematika di sekolah.
1.3.2.
Mengetahui
penjelasan filosofis terhadap beberapa fenomena matematika di sekolah.
1.3.3.
Mengetahui
identifikasi persoalan filosofis pembelajaran matematika di sekolah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Filosofi
Matematika
Menurut Bold, T.
(2004) interpretasi konsep matematika adalah kemampuan manusia dari abstrak,
yaitu kemampuan pikiran untuk mengetahui sifat abstrak dari dari obyek dan
menggunakannya tanpa kehadiran obyek. Kenyataan bahwa semua matematika adalah
abstrak, ia percaya bahwa salah satu motif dari intuitionists untuk berpikir
matematika adalah produk satu-satunya pikiran. Dia menambahkan bahwa elemen
penting selanjutnya adalah konsep infinity, sedangkan konsep tak terbatas
didasarkan pada konsep kemungkinan. Dengan demikian, konsep tak terbatas bukan
kuantitas, tetapi konsep yang bertumpu pada kemungkinan tak terbatas, yang
merupakan karakter dari kemungkinan.
Sejarah perkembangan
kalkulus terbagi menjadi beberapa periode zaman, yaitu zaman kuno, zaman
pertengahan, dan zaman modern. Pada periode zaman kuno, beberapa pemikiran
tentang kalkulus integral telah muncul, tetapi tidak dikembangkan dengan baik
dan sistematis. Perhitungan volume dan luas yang merupakan fungsi utama dari
kalkulus integral bisa ditelusuri kembali pada Papirus Moskow Mesir (1800 SM)
di mana orang Mesir menghitung volume dari frustrum piramid. Archimedes
mengembangkan pemikiran ini lebih jauh dan menciptakan heuristik yang
menyerupai kalkulus integral.
Pada zaman
pertengahan, matematikawan India, Aryabhata, menggunakan konsep kecil
takterhingga pada tahun 499 dan mengekspresikan masalah astronomi dalam bentuk
persamaan diferensial dasar. Persamaan ini kemudian mengantar Bhāskara II pada
abad ke-12 untuk mengembangkan bentuk awal turunan yang mewakili perubahan yang
sangat kecil takterhingga dan menjelaskan bentuk awal dari "Teorema Rolle".
Sekitar tahun 1000, matematikawan Irak Ibn al-Haytham (Alhazen) menjadi orang
pertama yang menurunkan rumus perhitungan hasil jumlah pangkat empat, dan
dengan menggunakan induksi matematika, dia mengembangkan suatu metode untuk
menurunkan rumus umum dari hasil pangkat integral yang sangat penting terhadap
perkembangan kalkulus integral. Pada abad ke-12, seorang Persia Sharaf al-Din
al-Tusi menemukan turunan dari fungsi kubik, sebuah hasil yang penting dalam
kalkulus diferensial. Pada abad ke-14, Madhava, bersama dengan
matematikawan-astronom dari Mazhab astronomi dan matematika Kerala, menjelaskan
kasus khusus dari deret Taylor, yang dituliskan dalam teks Yuktibhasa.
Pada zaman modern,
penemuan independen terjadi pada awal abad ke-17 di Jepang oleh matematikawan
seperti Seki Kowa. Di Eropa, beberapa matematikawan seperti John Wallis dan
Isaac Barrow memberikan terobosan dalam kalkulus. James Gregory membuktikan
sebuah kasus khusus dari teorema dasar kalkulus pada tahun 1668.
Gottfried Wilhelm
Leibniz pada awalnya dituduh menjiplak dari hasil kerja Sir Isaac Newton yang
tidak dipublikasikan, namun sekarang dianggap sebagai kontributor kalkulus yang
hasil kerjanya dilakukan secara terpisah. Leibniz dan Newton mendorong
pemikiran-pemikiran ini bersama sebagai sebuah kesatuan dan kedua orang ilmuwan
tersebut dianggap sebagai penemu kalkulus secara terpisah dalam waktu yang
hampir bersamaan. Newton mengaplikasikan kalkulus secara umum ke bidang fisika
sementara Leibniz mengembangkan notasi-notasi kalkulus yang banyak digunakan
sekarang.
Ketika Newton dan
Leibniz mempublikasikan hasil mereka untuk pertama kali, timbul kontroversi di
antara matematikawan tentang mana yang lebih pantas untuk menerima penghargaan
terhadap kerja mereka. Newton menurunkan hasil kerjanya terlebih dahulu, tetapi
Leibniz yang pertama kali mempublikasikannya. Newton menuduh Leibniz mencuri
pemikirannya dari catatan-catatan yang tidak dipublikasikan, yang sering
dipinjamkan Newton kepada beberapa anggota dari Royal Society.
Pemeriksaan secara
terperinci menunjukkan bahwa keduanya bekerja secara terpisah, dengan Leibniz
memulai dari integral dan Newton dari turunan. Sekarang, baik Newton dan
Leibniz diberikan penghargaan dalam mengembangkan kalkulus secara terpisah.
Adalah Leibniz yang memberikan nama kepada ilmu cabang matematika ini sebagai
kalkulus, sedangkan Newton menamakannya "The science of fluxions".
Sejak itu, banyak matematikawan yang memberikan kontribusi terhadap
pengembangan lebih lanjut dari kalkulus.
Dorman dan Maanen
(2008) dalam Sopiany & Rikayanti (2018) mengatakan kalkulus adalah salah
satu topik dalam matematika dimana manipulasi algoritma dengan symbol lebih
mudah dalam memahami konsep dasar. Pada kalkulus diferensial banyak melibatkan
masalah terkait dengan laju perubahan dan gerak objek. Dengan prasyarat konsep
fungsi dan limit serta sistem bilangan real. Beberapa konsep awal yang
diterapkan sebagai pengantar menuju kalkulus diferensial adalah seputar limit
fungsi, yang merupakan cikal bakal dari konsep ini. Kalkulus memiliki aplikasi
yang luas dalam bidang-bidang sains, ekonomi, dan teknik; serta dapat
memecahkan berbagai masalah yang tidak dapat dipecahkan dengan aljabar
elementer.
Konsep kalkulus telah
dikembangkan terlebih dahulu di Mesir, Yunani, Tiongkok, India, Iraq, Persia,
dan Jepang, penggunaaan kalkulus modern dimulai di Eropa pada abad ke-17
sewaktu Isaac Newton dan Gottfried Wilhelm Leibniz mengembangkan prinsip dasar
kalkulus. Aplikasi kalkulus diferensial meliputi perhitungan kecepatan dan
percepatan, kemiringan suatu kurva, dan optimalisasi. Aplikasi dari kalkulus
integral meliputi perhitungan luas, volume, panjang busur, pusat massa, kerja,
dan tekanan. Aplikasi lebih jauh meliputi deret pangkat dan deret Fourier.
Kalkulus juga
digunakan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih rinci mengenai ruang, waktu,
dan gerak. Selama berabad-abad, para matematikawan dan filsuf berusaha
memecahkan paradoks yang meliputi pembagian bilangan dengan nol ataupun jumlah
dari deret takterhingga. Seorang filsuf Yunani kuno memberikan beberapa contoh
terkenal seperti paradoks Zeno. Kalkulus memberikan solusi, terutama di bidang
limit dan deret takterhingga, yang kemudian berhasil memecahkan paradoks
tersebut.
Dalam kalkulus, notasi
Leibniz, dinamakan untuk menghormati filsuf dan matematikawan Jerman abad ke-17
Gottfried Leibniz, menggunakan simbol dan untuk melambangkan pertambahan
"kecil takhingga" (atau infinitesimal) dari dan , sebagaimana dan melambangkan pertambahan hingga
dari dan . Untuk y sebagai fungsi dari x
turunan y terhadap x,
yang kemudian dipandang sebagai
adalah,
menurut Leibniz, hasil bagi dari pertambahan kecil takhingga dari y oleh
pertambahan kecil takhingga x, atau
Formal secara
epistemologis dalam menjustifikasi sebuah pernyataan, memiliki sifat konsisten,
analitis, koheren, ideal dan apriori. Dengan sifat-sifat tersebut, setiap
pernyataan menjadi logis dan konsisten. Metodenya meliputi deduksi yang
mengarah kepadageneralisasi, semantik dan sintaks yang bersifat rigor atau
akurat. Melalui tiga metode tersebut, manusia dapat memanipulasi ruang dan
waktu. Ruang dimanipulasi dengan menetapkan atom dan parameter dalam membangun
kebenaran. sedangkan waktu dimanipulasi dengan sintaks. Dalam konteks
Matematika, Hilbert berusaha untuk menciptakan matematika sebagai suatu sistem
yang tunggal, lengkap dan konsisten. David Hilbert (1642-1943) (Marsigit, 2012)
berpendapat bahwa matematika adalah tidak lebih atau tidak kurang sebagai
bahasa matematika.
Peterson, I., (1998)
menjelaskan bahwa pada awal abad ke-20, David Hilbert (1862-1943) menganjurkan
program yang ambisius untuk merumuskan suatu sistem aksioma dan aturan
inferensi yang akan mencakup semua matematika, dari dasar aritmatika hingga
mahir kalkulus; impiannya adalah menyusun metode penalaran matematika dan
menempatkan mereka dalam kerangka tunggal. Hilbert menegaskan bahwa suatu
sistem formal dari aksioma dan aturan harus konsisten, yang berarti bahwa
seseorang tidak dapat membuktikan sebuah pernyataan dan kebalikannya pada saat
yang sama, ia juga menginginkan skema yang lengkap, artinya satu selalu dapat
membuktikan pernyataan yang diberikan bisa benar atau salah. Hilbert
berpendapat bahwa harus ada prosedur yang jelas untuk memutuskan apakah suatu
proposisi tertentu berikut dari himpunan aksioma, dengan itu, diberikan sebuah sistem
yang jelas dari aksioma dan aturan inferensi yang tepat, akan lebih mungkin,
meskipun tidak benar-benar praktis, untuk menjalankan melalui semua proposisi
mungkin, dimulai dengan urutan terpendek simbol, dan untuk memeriksa mana yang
valid. Pada prinsipnya, suatu prosedur keputusan secara otomatis akan
menghasilkan semua teorema mungkin dalam matematika.
Kleiner (1991) dalam
Santosa (2013) menyatakan bahwa gagasan pembuktian itu bukanlah hal yang
absolut. Matematikawan memandang bahwa apa yang mendasari keterterimaan bukti
semakin meningkat. Masih menurut Kleiner
(1991) matematika rigor mirip seperti memakai pakaian, gayanya hendaknya
disesuaikan dengan kesempatan tertentu, hal ini akan mengurangi kenyamanan dan menghalangi
kebebasan bergerak jika terlalu longgar atau terlalu ketat. Dari dua pernyataan
Kleiner tersebut bisa kita katakan bahwa standar dari kerigoran dari bukti
matematika dapat berubah-ubah dan tidak harus dari yang kurang rigor menuju ke
yang lebih rigor.
Matematika formal
didasarkan pada logika formal; mengurangi hubungan matematis untuk pertanyaan
keanggotaan himpunan; objek primitif hanya terdefinisi dalam matematika formal
adalah himpunan kosong yang berisi apa-apa. Ada klaim bahwa hampir setiap
abstraksi matematika yang pernah diselidiki dapat diturunkan sebagai
seperangkat aksioma teori himpunan dan hampir setiap bukti matematis yang
pernah dibangun dapat dibuat dengan asumsi tidak ada di luar yang aksioma. Itu
juga menyatakan bahwa jika tak terhingga merupakan potensi dan tidak pernah
menjadi kenyataan selesai maka himpunan terbatas tidak ada, karena itu, ahli
matematika mencoba untuk mendefinisikan struktur tak terbatas yang paling umum
dibayangkan karena itu tampaknya memberikan harapan paling baik, jika himpunan
tidak terbatas ada maka akan menjadi landasan matematika yang kokoh. Lebih
lanjut, ia menyatakan bahwa matematika harus langsung terhubung ke sifat
program non-deterministic di alam semesta yang potensial tidak terbatas, hal
ini akan membatasi ekstensi untuk sebuah himpunan bilangan ordinal dan himpunan
yang dapat dibangun dari mereka.
Teorema ketaklengkapan
Gödel (Gödel's incompleteness theorems)
adalah dua teorema logika matematika yang menetapkan batasan inheren dari semua
kecuali sistem aksiomatik yang paling trivial yang mampu mengerjakan
aritmetika. Teorema-teorema ini, dibuktikan oleh Kurt Gödel pada tahun 1931,
penting baik dalam logika matematika maupun dalam filsafat matematika. Teorema
ketaklengkapan pertama: Jika suatu sistem formal S yang memuat bahasa formal dari
aritmatika dan S konsisten maka terdapat kalimat aritmatika A yang bernilai
benar tapi tidak dapat dibuktikan di S. Teorema ketaklengkapan kedua: Jika
suatu sistem formal S yang memuat bahasa formal dari aritmatika dan S konsisten
maka kekonsistenan S tidak terbukti di S. Teorema ketaklengkapan kedua
menguatkan teorema ketidaklengkapan pertama, karena pernyataan yang
dikonstruksi dalam teorema ketidaklengkapan pertama tidak secara langsung
menyatakan konsitensi teori itu. Bukti dari teorema ketidaklengkapan kedua
diperoleh dengan memformalisasi bukti dari teorema ketidaklengkapan pertama
dari dalam teori itu sendiri. Penomoran Gödel adalah fungsi yang memberikan
setiap simbol dan formula yang terbentuk dengan baik dari beberapa bahasa
formal sebagai bilangan alami yang unik, yang disebut bilangan Gödel. Konsep
ini digunakan oleh Kurt Gödel untuk membuktikan teorema ketidaklengkapannya.
Gödel menunjukkan
bahwa S dapat membuktikan P (n) hanya dalam kasus n adalah bilangan Gödel yang
Teorema dari S; maka di sana ada k, sehingga k adalah Gödel-jumlah rumus P (k)
= G dan pernyataan ini kata dari dirinya sendiri, tidak dapat dibuktikan.
Menurut Gödel, bahkan jika kita mendefinisikan sebuah sistem formal baru S = S
+ G, kita dapat menemukan G yang tidak dapat dibuktikan di S, dengan demikian,
S dapat membuktikan bahwa jika S adalah konsisten, maka G tidak dapat
dibuktikan. Gödel menjelaskan bahwa jika S dapat membuktikan cst (S), maka S
dapat membuktikan G, tetapi jika S adalah konsisten, tidak dapat membuktikan G,
sehingga tidak dapat membuktikan konsistensi. Dengan demikian, Program Hilbert
tidak bekerja, satu tidak dapat membuktikan konsistensi teori matematika.
Namun, Folkerts menunjukkan bahwa Gentzen melihat Teorema ketidaklengkapan
Gödel dan bertanya-tanya mengapa sistem formal untuk aritmatika sangat lemah
bahwa itu tidak dapat membuktikan konsistensi sendiri.
Wittgenstein dengan
brilian mengatasi ketegangan antara formalisme dan deskripsi dunia. Tetapi
ketika menghadapi logika kuantor, pertanyaan ini jarang dieksplor Beberapa
tahun kemudian, Tarski, berhasil menyelesaiakan logika kuantor dan meraih apa
yang Wittgenstein peroleh pada proposisi logis.
Tarski (dalam
Guerrier, 2008) dalam tulisannya yang berjudul “The concept of truth in languages of deductive sciences”
menunjukkan bahwa tujuannya adalah menyusun definisi dari proposisi kebenaran
yang memadai secara materi dan tepat secara formal. Proyek Tarski adalah
menjembatani secara nyata antara sistem formal dan realita. Pada tahun 1944 dia
mengemukakan kembali konsep kebenaran klasik milik Aristoteles dalam bahasa
yang modern melalui definisi berikut: “the
truth of a proposition lies in its agreement (or correspondence) with reality;
or a proposition is true if it designates an existent state of things.’’ Kebenaran
proposisi terletak pada kesepakatan (atau korespondensi) dengan realita, atau
suatu proposisi bernilai benar jika ia membentuk status keberadaan sesuatu.
2.2. Pandangan
Filsuf Terhadap Matematika
1. Pandangan
Plato terhadap Matematika
Filsafat matematika bermula dengan
phytaghoras, yang meyakinkan bahwa matematika memberikan kunci untuk memahami
realitas kepada kita, hal itu dinyatakan oleh plato sebagai orang yang pertama
mengartikulasikan bentuk. Pada meno, plato membuktikan bahwa matematika
diketahui sebagai sebuah priori yang tanpa membutuhkan pengalaman. Kesimpulan
Plato tentang pengetahuan matematika adalah sebuah priori, yang artinya bahwa
pengetahuan matematika tidak berdasarkan kebenaran indra. Di sini matematika
berbeda dari subyek-subyek yang lain. Kecuali logika, dan mungkin filosofi,
banyak subyek bergantung pada pemikiran empiris yang berdasarkan pada
penglihatan, pendengaran, dan sesuatu yang dapat dirasakan.
Ajaran tentang Idea – Idea merupakan inti dan
dasar seluruh filsafat Plato. Idea yang dimaksudkan Plato disini bukanlah suatu
gagasan yang terdapat dalam pemikiran saja yang bersifat subyektif belaka.
Idea-idea tidak diciptakan oleh pemikiran kita, tidak tergantung pada
pemikiran, tetapi sebaliknya pemikiranlah yang tergantung pada idea-idea.
Justru karena adanya idea-idea yang berdiri sendiri, pemikiran kita
dimungkinkan. Pemikiran itu tidak lain daripada menaruh perhatian kepada
idea-idea. Bagi Plato yang penting adalah tugas akal untuk membedakan tampilan
(penampakan) dari realita (kenyataan) yang sebenar-benarnya. Menurutnya
ketetapan abadi/permanent bebas untuk dipahami adalah hanya merupakan
karakteristik pernyataan-pernyataan matematika. Plato yakin bahwa terdapat
objek-objek yang permanen tertentu bebas dari pikir yang anda sebut ‘satu’,
‘dua’, ‘tiga’ dan sebagainya. Bagi Plato matematika bukanlah idealisasi
aspek-aspek tertentu yang bersifat empiris akan tetapi sebagai deskripsi dari
bagian realitanya.
2.
Pandangan
Aristoteles terhadap Matematika
Aristoteles terkenal sebagai bapak logika,
tapi tidaklah berarti bahwa sebelumnya tidak ada logika. Aristoteleslah orang
pertama yang memberikan uraian secara sistematis tentang Logika. Logika adalah
ilmu yang menuntun manusia untuk berfikir yang benar dan bermetode. Dengan kata
lain logika adalah suatu cara berfikir yang secara ilmiah yang membicarakan
bentuk-bentuk fikiran itu sendiri yang terdiri dari pengertian, pertimbangan
dan penalaran serta hukum-hukum yang menguasai fikiran tersebut. Aristoteles
menolak pembedaan Plato antara dunia ide yang disebutnya realita kebenaran,
Aristoteles menekankan menemukan dunia ide yang permanen dan merupakan realita
daripada abstraksi dari apa yang tampak.
Plato dengan aliran rasionalisme yang membuktikan
segala sesuatu secara deduktif sedangkan Aristoteles sebagai penggagas
empirisme yang bekerja secara induktif. Tentunya kedua aliran dan metode yang
dipakai oleh keduanya sangat berguna. Ada kalanya kita menggunakan metode
induktif ketika mendidik siswa-siswa di sekolah dasar karena pada
usia itu mereka masih memerlukan objek yang konkrit untuk dapat
memahaminya dengan baik. Sedangkan untuk yang deduktif dapat diterapkan pada
pembelajaran orang yang telah dewasa.
3. Pandangan david hume (empiricism)
terhadap Matematika
Empirisme dari bahasa Yunani empeiria yang
berarti coba-coba atau pengalaman. Empirisme adalah suatu aliran dalam filsafat
yang menyatakan bahwa semua pengetahuan berasal
dari pengalaman manusia dan mengecilkan peranan akal.Sebagai suatu doktrin
empirisme adalah lawan dari rasionalisme. menurut david hume “Empiricists generally disbelieve in innate
ideas and think the intellect is secondary to sensory experience"
Empirisme berpendapat bahwa pengetahuan tentang kebenaran yang sempurna tidak
diperoleh melalui akal, melainkan di peroleh atau bersumber dari panca indera manusia, yaitu mata, lidah, telinga,
kulit dan hidung. Dengan kata lain, kebenaran
adalah sesuatu yang sesuai dengan pengalaman manusia.
4.
Pandangan
rene descrates (rasionality) terhadap Matematika
Rasionalisme adalah paham yang menganggap
bahwa pikiran akal merupakan satu-satunya dasar untuk memecahkan kebenaran yang
lepas dari jangkauan indera. Rene Descartes menemukan metode agar hasil dari
mempelajari filsafat benar-benar logis yaitu
dengan menyangsikan segala-galanya atau menerapkan metode keragu-raguan
artinya keragu-raguan harus meliputi seluruh pengetahuan yang dimilki. Menurut
Descartes akal adalah substansi yang berdiri sendiri dengan istilah aku
berfikir maka aku ada (cogito ergo sum), akal itu immaterial. Akal adalah
kesadaran dan sifatnya adalah berfikir, sedangkan
tubuh adalah bagian dari alam materi. Sifat materi adalah keluasan.
Rasionalism is assumption where mind is the only resource to overcome
truth which is beyond sense.Rene Descarates found method to make realistic
philosophic and logic by doubtful everyting or implementing doubtful method
which mean doubtful should include all informations we have. According to
Descartes mind is the stand-alone substance in term I think I exist, mind is
immaterial. Mind is conscious and its character is to think and body is part of
matery. Matery character is immensity.
2.3. Penjelasan Filosofis Terhadap
Beberapa Obyek Matematika di Sekolah Menengah Pertama (SMP)
Filsafat
tidak hanya membahas pengetahuan tertentu tetapi induk semua ilmu pengetahuan
yang dapat menjembatani apabila terdapat gap antar ilmu pengetahuan. Filsafat
membantu mengembangkan ilmu pengetahuan secara rasional artinya terbuka
terhadap segala pertanyaan, sangkalan dan harus dipertahankan secara
argumentasi. Filsafat mempunyai cakupan yang sangat luas, sehingga banyak
sekali yang dapat kita pelajari di dalam filsafat. Filsafat Ilmu merupakan
kajian secara mendalam tentang dasar-dasar ilmu. Ilmu sebagai objek kajian
filsafat memiliki ciri-ciri yang spesifik mengenai apa (ontologi), bagaimana
(epistemologi) dan untuk apa (aksiologi) pengetahuan tersebut disusun. Ketiga landasan
ini saling berkaitan; ontologi ilmu terkait dengan epistemologi ilmu,
epistemologi ilmu terkait dengan aksiologi ilmu dan seterusnya.
Ketika
kita ingin membahas epistemologi ilmu, maka akan berkaitan dengan ontologi dan
aksiologi ilmu. Secara detail, tidak mungkin bahasan epistemologi terlepas sama
sekali dari ontologi dan aksiologi. Apalagi bahasan yang didasarkan model
berpikir sistemik, justru ketiganya harus senantiasa dikaitkan. Keterkaitan
antara ontologi, epistemologi, dan aksiologi seperti juga lazimnya keterkaitan
masing-masing sub sistem dalam suatu system membuktikan betapa sulit untuk
menyatakan yang satu lebih penting dari yang lain, sebab ketiga-tiganya
memiliki fungsi sendiri-sendiri yang berurutan dalam mekanisme pemikiran.
Aljabar
adalah topik inti dalam matematika dan dalam matematika sekolah menengah pada
khususnya. Ini adalah instrumen untuk prestasi di bidang matematika lain
seperti geometri, kalkulus, dan statistik. Aljabar berfungsi tidak hanya
sebagai bahasa untuk sains, tetapi juga sebagai pintu gerbang ke matematika
tingkat lanjut dan pendidikan tinggi. Oleh karena itu, pendidikan aljabar yang
sukses adalah prasyarat untuk prestasi dalam pendidikan matematika secara umum.
Pendidikan aljabar awal, yang meliputi langkah pertama peserta didik dalam
domain ini, tentu saja merupakan fase krusial dalam pendidikan aljabar.
Kesulitan
lain yang berkaitan dengan aljabar, menerapkan operasi aritmatika dalam
ekspresi numerik dan aljabar, memahami makna yang berbeda dari tanda yang sama,
dan memahami variabel. Meskipun kesulitan dalam belajar dan mengajar aljabar
adalah fenomena di seluruh dunia, kasus pendidikan aljabar Indonesia layak
mendapat perhatian khusus. Konsep-konsep matematika tersusun secara hierarkis,
terstruktur, logis, dan sistematis mulai dari konsep yang paling sederhana
sampai pada konsep yang paling kompleks.
Dalam
belajar Matematika, ada dua macam pengetahuan yang berbeda yaitu pengetahuan
prosedural, dan pengetahuan konseptual. Pengetahuan prosedural adalah pengetahuan
yang berkaitan dengan simbol-simbol, bahasa dan aturan operasi perhitungan.
Sedangkan pengetahuan konseptual adalah pemahaman terhadap konsep dasar dari
operasi perhitungan tersebut. Dalam matematika terdapat topik atau konsep
prasyarat sebagai dasar untuk memahami topik atau konsep selanjutnya. Ibarat
membangun rumah, maka fondasi yang akan dibangun harus kokoh. Contohnya konsep
bilangan genap. Sebelum membahas bilangan genap, peserta didik harus memahami
dulu konsep bilangan bulat sebagai konsep prasyarat.
2.4. Penjelasan Filosofis Terhadap
Fenomena Pembelajaran Matematika di Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang Memuat
Unsur Filsafat
Matematika
bekerja melalui proses dekontekstualisasi dan rekontekstualisasi.
Dekontekstualisasi muncul karena perbedaan situasi yang dialami pembaca dan
saat matematika sendiri dibuat, sedangkan rekontekstualisasi proses kembalinya
kedalam konteks. Pengetahuan matematika di Akademi Plato menjadi pintu gerbang
filsafat, upayanya untuk menemukan prinsip-prinsip kekal dan universal yang
akan membawa beberapa keteraturan pada 'kekacauan' eksistensi. Sama pentingnya
pada 'dunia aksiomatik' dengan kata lain teori matematika diuraikan di sekitar
seperangkat aksioma. Akibatnya, matematika telah digambarkan selama ribuan
tahun sebagai subjek teoritis dipisahkan dari asal usul manusia. Freudenthal
(1973) telah menyatakan bahwa urutan angka adalah dasar matematika, secara
historis, genetis, dan sistematis, sehingga tanpa urutan nomor tidak ada
matematika.
Formalisme
matematika dibangun pada urutan 1, 2, 3, ..., disebut oleh matematikawan
sebagai angka 'alami'. Dimensi 'Plato' yang alami ini mengaitkan
ketakberhinggaan, prioritas, dan tiada akhir pada matematika, memberikannya
dekat dengan fondasi ilahi. Seperti halnya Tuhan yang tidak menuntut keberadaan
dunia, keberadaan matematika tidak tergantung pada asal usulnya di bumi. Jadi,
mulailah sebuah matematisasi dari disiplin matematika itu sendiri, yang akan
mengarah pada pemisahan matematika dari bidang-bidang indra, perasaan, intuisi,
dan praktik-praktik non-eksak.
Posisi
filosofis dan teori epistemologis yang berkaitan dengan matematika, seperti
logika, formalisme, konstruktivisme, strukturalisme, empirisme, selalu memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap gagasan dalam pendidikan matematika. Ini
tidak hanya berlaku untuk pengembangan kurikulum dan metodologi pengajaran
tetapi juga untuk kerja teoritis dan penelitian empiris yang terkait dengan
proses pembelajaran matematika.
Berdasarkan
postingan Pak Marsigit mengenai filsafat perkalian, belajar matematika
dinyatakan dalam kalimat sehari-hari. Hal ini berarti bahwa dalam pembelajaran
matematika dapat menggunakan kalimat sehari-hari dengan tujuan memudahkan peserta
didik belajar konsep perkalian. Sehingga harapannya peserta didik dapat
mengerti dan paham bagaimana konsep perkalian, bukan hanya berfokus pada hasil.
Perkalian
merupakan konsep penjumlahan berulang, sehingga kita harus membedakan antara 1
x 3 dengan 3 x 1, meskipun hasil yang diperoleh akan sama. Karena makna Bahasa
yang bersifat kontekstual. Contohnya jika diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari, ketika kita sakit dan dokter meminta untuk meminum obat dengan
dosis 1 x 3 artinya kita harus meminum obat 1 kali dengan 3 tablet sekaligus.
Sedangkan dosis 3 x 1 artinya kita meminum obat 3 kali sehari yaitu 1 tablet
diminum pagi, 1 tablet diminum siang, dan 1 tablet diminum malam. Jika hal
tersebut tidak dipahami dengan baik maka dapat mengakibatkan overdosis atau
tidak memiliki dampak terhadap penyembuhan penyakit.
2.5. Identifikasi Persoalan Filosofis
Pembelajaran Matematika di Sekolah
Saintisme
memandang sains sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar, membuat
peserta didik menjadi kurang aktif karena guru menjadi satu-satunya sumber
belajar. Sehingga perlu menggabungkan aliran saintisme dan humanisme dalam
pembelajaran agar tercipta pembelajaran yang mengedepankan kedudukan manusia
sebagai kriteria dalam segala hal tanpa mengesampingkan sains. Beberapa ciri
umum dari pembelajaran matematika humanistik, seperti disebutkan oleh Haglun (dalam
Hendriana, 2014) yaitu:
1. Peserta
didik sebagai penemu (inquirer)
2. Memberi
kesempatan peserta didik untuk memahami masalah dan pemecahannya yang lebih
mendalam;
3. Belajar
berbagai macam cara untuk menyelesaikan masalah
4. Menunjukkan
latar belakang sejarah bahwa matematika sebagai suatu penemuan atau usaha keras
(endeavor) dari seorang manusia;
5. Menggunakan
masalah-masalah yang menarik dan pertanyaan terbuka (open-ended);
6. Menggunakan
berbagai teknik penilaian tidak hanya menilai peserta didik berdasar pada
kemampuan mengingat prosedur-prosedur saja;
7. Mengembangkan
suatu pemahaman dan apresiasi terhadap ide-ide besar matematika yang membentuk
sejarah dan budaya;
8. Membantu
peserta didik melihat matematika sebagai studi terhadap pola-pola, termasuk
aspek keindahan dan kreativitas;
9. Membantu
peserta didik mengembangkan sikap-sikap percaya diri, mandiri, dan penasaran (curiosity);
10. Mengajarkan
materi-materi yang dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti dalam
sains, bisnis, ekonomi, atau teknik.
Beberapa
ciri tersebut sudah tercermin pada implementasi kurikulum 2013 yang
mengutamakan peserta didik sebagai pusat pembelajaran. Warisan saintisme yang
sudah banyak berkembang di masyarakat dan mendarah daging diantaranya orang tua
menganggap nilai bagus dalam matematika identik dengan kesuksesan, dan peserta
didik merasa bangga ketika mereka mempunyai 'bakat alami' dalam matematika
karena matematika sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari. Jika seseorang
bertanya tentang apa itu matematika dan mengapa itu sangat penting, tanggapan
yang paling umum akan mengarah pada penggunaan aritmatika dalam transaksi
sehari-hari. Banyak juga mungkin akan menanggapi secara lebih umum bahwa
matematika 'mempertajam pikiran’.
'Penemuan'
besar dalam sejarah matematika mungkin lebih baik dipahami dalam istilah
historis sebagai kristalisasi dari arus pemikiran dan problematika yang lebih
luas dalam masyarakat. Penggunaan teknologi dan alternatif pendekatan
pembelajaran lainnya di kelas matematika bertujuan untuk meningkatkan motivasi
belajar. Bruner (1965) memperingatkan dampak jangka panjang, bahwa
langkah-langkah pembelajaran saintisme ini dapat menyebabkan peserta didik
pasif, hanya menonton, sehingga peserta didik sangat bergantung pada guru.
Peserta
didik kurang berminat dalam belajar dikarenakan: 1) Cara belajar yang mereka
harus hadapi setiap hari di sekolah kurang menarik, 2) Peserta didik belum
menyadari pentingnya belajar untuk masa depan mereka, 3) Peserta didik kurang
termotivasi untuk berlomba-lomba mencapai prestasi. Proses belajar mengajar
adalah proses dimana peserta didik sebagai objek pendidikan membangun
pengetahuan dan ilmu pengetahuan mereka. Membangun pengetahuan dapat dimulai
dari yang ada dan yang mungkin ada.
Seorang
guru dituntut untuk mempunyai empat kompetensi, yakni kompetensi pedagogic,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional. Guru
yang professional adalah guru yang memiliki kompetensi yang dapat menunjang
tugasnya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yanto et
al. (2017) yang menganalisis kompetensi pedagogis dan profesional guru
matematika SMA Negeri di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau, bahwa pelajaran,
fasilitas, pelatihan, dan pengalaman mengajar mempengaruhi kompetensi pedagogik
dan profesionalisme guru. Kompetensi profesional guru memiliki pengaruh yang
lebih besar pada motivasi belajar siswa daripada pedagogic.
Ada
dua sifat yang perlu dipahami oleh pendidik, sifat-sifat itu ialah bersifat
tetap dan bersifat berubah. Yang tetap itu ada didalam pikiran manusia dan yang
berubah itu ada diluar pikiran manusia. Peserta didik memiliki harapan bahwa
pelajaran matematika itu mudah untuk dipelajari, matematika bukan momok yang
menakutkan bagi peserta didik. Jadi guru harus mendesain kelas matematika
supaya peserta didik mampu memahami matematika yang abstrak dan bersifat
koheren.
Metode
pembelajaran yang dapat digunakan guru berdasarkan kurikulum 2013 antara lain Problem Based Learning (PBL), Project Based Learning (PjBL), Discovery Learning (DL), dan masih
banyak lainnya. Tujuan diterapkannya kurikulum 2013 adalah mengubah
pembelajaran yang semula berpusat pada guru menjadi berpusat pada peserta didik.
Harapannya interaksi dua arah antara guru dan peserta didik dapat terjalin
dengan baik. Keterampilan guru dalam
memilih dan menggunakan metode pengajaran yang tepat memengaruhi kekuatan dan
kelemahan metode tersebut. Pilihan metode atau model pembelajaran harus sesuai
dengan materi yang akan diajarkan, kepadatan materi yang harus disampaikan,
alokasi waktu yang tersedia serta infrastruktur pendukung yang tersedia.
BAB
III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Konsep-konsep matematika tersusun secara hierarkis,
terstruktur, logis, dan sistematis mulai dari konsep yang paling sederhana
sampai pada konsep yang paling kompleks. Dalam belajar Matematika, ada dua
macam pengetahuan yang berbeda yaitu pengetahuan prosedural, dan pengetahuan
konseptual. Terdapat topik atau konsep prasyarat sebagai dasar untuk memahami
topik atau konsep selanjutnya. Ibarat membangun rumah, maka fondasi yang akan
dibangun harus kokoh.
'Penemuan' besar dalam sejarah matematika mungkin
lebih baik dipahami dalam istilah historis sebagai kristalisasi dari arus
pemikiran dan problematika yang lebih luas dalam masyarakat. Penggunaan
teknologi dan alternatif pendekatan pembelajaran lainnya di kelas matematika
bertujuan untuk meningkatkan motivasi belajar. Bruner (1965) memperingatkan
dampak jangka panjang, bahwa langkah-langkah pembelajaran saintisme ini dapat
menyebabkan peserta didik pasif, hanya menonton, sehingga peserta didik sangat
bergantung pada guru.
Peserta didik memiliki harapan bahwa pelajaran
matematika itu mudah untuk dipelajari, matematika bukan momok yang menakutkan
bagi peserta didik. Jadi guru harus mendesain kelas matematika supaya peserta
didik mampu memahami matematika yang abstrak dan bersifat koheren. Pilihan
metode atau model pembelajaran harus sesuai dengan materi yang akan diajarkan,
kepadatan materi yang harus disampaikan, alokasi waktu yang tersedia serta
infrastruktur pendukung yang tersedia.
DAFTAR
PUSTAKA
Bold, T.
2004. Concepts on Mathematical Concepts. http://www.usfca.edu/philosophy/
discourse/8/bold.doc
Bruner, J. (1965) The Process of Education, Cambridge, MA,
Harvard University Press
Freudenthal, H. (1973) Mathematics as an Educational Task,
Dordrecht, Holland, D. Reidel Publishing Co.
Guerrier.
2008. Truth versus validity in mathematical proof. ZDM Mathematics Education, 40 (1) p.373-384
Hendriana.H. (2014). Membangun Kepercayaan Diri Siswa melalui Pembelajaran
Matematika Humanis. Jurnal Pengajaran
MIPA,19(1),52-60.
Komar,
Oong. Tanpa tahun. Body of Knowledge
Pendidikan Dasar. PEDAGOGIA : Jurnal Ilmu Pendidikan http://ejournal.upi.edu/index.php/pedagogia/article/download/3330/2312
Marsigit.
2012. Sejarah dan Filsafat Matematika.
http://staffnew.uny.ac.id/upload/131268114/pengabdian/sejarah-dan-filsafat-matematikabahan-workshop-guru-smk-rsbi2012.pdf
Marsigit. 2017. Filsafat Perkalian.
https://powermathematics.blogspot.com/2017/09/filsafat-perkalian.html (Diakses pada 14
November 2019)
Peterson,
I.. 1998. The Limits of Mathematics.
The Mathematical Association of America. http://www.sciencenews.org/
Santosa.
2013. Mengatasi Kesulitan Mahasiswa Ketika Melakukan Pembuktian Matematis
Formal. Jurnal Pengajaran MIPA, 18(2)
hlm. 152-160
Senk, S.
L., & Thompson, D. R. (Eds.). 2003. Standards
based school mathematics curricula: What are they? What do students learn?
Mahwah, NJ: Erlbaum.
Sopiany,
Hanifah Nurus & Rikayanti. 2018. Mensinergikan
Kemampuan Geometri dan Analisis pada Mata Kuliah Kalkulus Diferensial Melalui
Bahan Ajar Berbasis Geogebra. Kreano. 9(2) hal 164-173
Yanto,
N., Fatchiya, A. Anwas, O. M. (2017). Analisis Kompetensi Pedagogik dan
Profesional Guru Matematika SMA Negeri Di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau. Majalah Ilmiah Universitas Almuslim, 9,
40-46.
Label:
#Marsigit
#Marsigit2019
#FilsafatMarsigit
Semoga dilancarkan segalanya mbak
BalasHapusSukses mbak
Aamiin 🙏 Terimakasih
Hapusbagus
BalasHapusTerimakasih lifi 🙏
Hapuskereeen vina
BalasHapus👍👍👍
BalasHapus